
Jakarta,-Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menggeruduk ruang rapat Ruby 1 dan 2 Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). Mereka tiba pukul 17.50 WIB, aksi tiga orang yang dipimpin anggota Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andrie itu mencoba masuk ke ruang rapat. Namun Andrie dan dua aktivis lainnya terjungkal, didorong oleh seorang penjaga berseragam batik. Namun mereka kembali berdiri dan mengangkat poster yang menjadi aspirasi mereka.
“DPR dan Pemerintah Bahas RUU TNI di Hotel Mewah dan Akhir Pekan, Halo Efisiensi?” tulis poster yang diangkat tinggi-tinggi oleh Andrie. Poster lainnya bertuliskan “kayak kurang kerjaan aja, ngambil double job” yang menyindir potensi kembalinya dwifungsi TNI dalam revisi UU yang sedang dibahas.
Ada juga poster yang bertuliskan “Gantian aja gimana, TNI jadi ASN, sipil yang angkat senjata” sebagai sindiran beberapa jabatan sipil di dalam revisi UU TNI diperbolehkan untuk diduduki oleh TNI. Tiga aktivis ini juga meneriakkan tuntutan mereka agar pembahasan revisi UU TNI ini dihentikan karena terkesan tertutup dan tidak memberikan ruang pada partisipasi publik.
“Hentikan bapak ibu. Prosesnya sangat tertutup. Tidak ada pelibatan rakyat di sini,” katanya.
Keprihatinan Koalisi Masyarakat Sipil ini juga disampaikan melalui keterangan tertulis menyoroti sikap Panja revisi UU TNI yang menggelar rapat mewah di tengah efisiensi.
Mereka menyebut, di tengah pemotongan dan efisiensi anggaran besar-besaran, bahkan harus menunda pelantikan ASN, DPR justru membahas RUU TNI yang dilakukan di hotel Hotel Fairmont.
Hal ini dinilai menunjukkan bahwa retorika pemotongan anggaran hanyalah omong kosong belaka dan tidak memiliki kepekaan ditengah sulitnya ekonomi masyarakat. Maka dari itu, koalisi masyarakat sipil dari 30 NGO mengecam keras pelaksanaan pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan secara diam-diam di hotel berbintang lima karena minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik.
“Apalagi pelaksanaan pembahasannya dilakukan di akhir pekan dan alam waktu yang singkat di akhir masa reses DPR. Pemerintah dan DPR harus berhenti untuk terus membohongi dan menyakiti rasa keadilan rakyat Indonesia,” ujar Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya yang juga anggota koalisi.
Adapun koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari mparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat. Ada juga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure.(ara)