
OBORSULUT.COM,Tomohon, – Suara sejarah kembali menggema dari Tanah Minahasa. Para pelaku Permesta bersama masyarakat Sulawesi Utara dengan tegas mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk segera membuka kembali dokumen usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Alexander Evert Kawilarang.
Desakan ini mencuat lantang dalam forum bacirita (diskusi terbuka) usai kegiatan Napak Tilas 64 Tahun Perdamaian Malenos, yang digelar di Tomohon pada Jumat (4/4/2025).
Forum yang dihadiri oleh puluhan tokoh sepuh Permesta dan generasi penerus ini menegaskan: sudah saatnya bangsa ini memberi penghargaan setinggi-tingginya kepada sosok militer visioner yang memilih jalan damai demi keutuhan negara.
Fakta mencengangkan pun terungkap. Ternyata, berkas usulan nama Alex Kawilarang sebagai Pahlawan Nasional telah dinyatakan lolos dan masuk ke Sekretariat Negara sejak era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Hal ini dikuatkan melalui dokumen resmi Kementerian Sosial Nomor 20/MS/A/09/2012 tanggal 26 September 2012, yang ditandatangani langsung oleh Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri.
“Kenapa hingga kini tak ada kejelasan? Ini adalah luka sejarah yang belum sembuh,” tegas Phil Sulu (89), pelaku Permesta, dengan suara bergetar.
Forum emosional itu turut dihadiri tokoh-tokoh penting lintas generasi: Lefrandt Kumontoy (90), Jotje Sumarandak (89), Christian Pangaila (87), Adrian Lantang (87), serta generasi penerus seperti Philep Pantouw, Dr. Elisa Regar, Ferry Rende, Ronny Monginsidi, Adi Palit, Renata Ticonuwu, STh, Denny Rompas, Frangky Maramis, dan Denny Sumolang.
Mereka kompak menyuarakan satu tekad: Alex Kawilarang layak jadi Pahlawan Nasional. Sosok ini bukan hanya simbol keteguhan, tapi juga penggerak rekonsiliasi nasional di tengah gejolak perpecahan.
Menariknya, dalam forum itu juga muncul dorongan agar nama Soemitro Djojohadikusumo — ekonom, politikus, dan menteri lintas rezim — ikut dipertimbangkan sebagai calon Pahlawan Nasional.
“Kontribusi Soemitro di bidang ekonomi, industri, dan keuangan tidak bisa dihapus dari catatan emas negeri ini. Ia arsitek ekonomi nasional yang layak mendapat tempat dalam sejarah bangsa,” ujar Dr. Elisa Regar.
Seruan ini bukan sekadar nostalgia. Ini adalah tuntutan untuk menuntaskan kewajiban moral dan sejarah bangsa. Jika dokumen sudah ada, mengapa tak dilanjutkan? Jika jasa sudah nyata, mengapa masih tertunda?
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Dan sejarah menunggu keadilan bagi Alex Kawilarang.(Adi Palit)